Lukisan karya Migita Toshihide, yang menggambarkan serangan pasukan Jepang ke Taiwan | Wikimedia |
Pada tahun 1894, Cina yang saat itu dipimpin oleh Dinasti Qing bertekuk lutut pada Perang Sino-Jepang Pertama.
Atas kekalahan tersebut, mereka terpaksa menyerahkan beberapa wilayahnya kepada Jepang. Meski tujuan awalnya untuk menguasai Semenanjung Korea dan Manchuria, Jepang juga berambisi untuk mendapatkan daerah-daerah di Cina Selatan.
Hal ini dikarenakan wilayah Cina Selatan memiliki jarak yang dekat dengan Jepang, sehingga dianggap strategis. Salah satu yang menjadi incaran mereka adalah Pulau Formosa, yang juga dikenal sebagai Taiwan.
Ketika perjanjian damai dua negara sedang berjalan, diam-diam Jepang mulai mengirimkan armada mereka untuk mendekati Taiwan.
Wilayah pertama yang mereka kuasai adalah Kepulauan Pescadores, yang berseberangan langsung dengan Taiwan. Penaklukkan Pescadores merupakan langkah persiapan Jepang agar misi penaklukkan mereka berjalan lancar.
Namun, gerak-gerik mereka tercium oleh publik Taiwan.
Qiu Fengjia, salah satu tokoh masyarakat, terang-terangan menentang upaya Jepang untuk menganeksasi Taiwan.
Bersama kaum intelektual dan pejabat lain, Qiu menyusun rencana untuk membebaskan Taiwan dari kekuatan asing.
Pada tanggal 23 Mei 1895, mereka mendeklarasikan kemerdekaan Taiwan sebagai negara republik, yang berdaulat dan sejajar diantara bangsa-bangsa lain di dunia.
Negara tersebut dikenal sebagai Republik Taiwan.
Untuk menjalankan pemerintahan, Gubernur Jenderal Taiwan Tang Jingsong ditunjuk sebagai presiden pertama. Mereka juga mendapatkan dukungan dari tokoh-tokoh penting. Seperti Liu Yongfu, dan Chen Jitong.
Tang Jingsong, Presiden Republik Taiwan pertama | Wikipedia |
Liu Yongfu merupakan seorang komandan militer Dinasti Qing, yang dikenal karena berhasil mengalahkan pasukan Prancis di Vietnam Utara beberapa tahun sebelumnya.
Chen Jitong merupakan seorang diplomat handal yang menguasai ilmu pengetahuan dan perpolitikan Barat. Ia pun ditunjuk sebagai menteri luar negeri oleh pemerintah republik.
Minim Dukungan
Meski diisi oleh para pejabat handal dan berbakat, Republik Taiwan mengalami kesulitan dalam meraih pengakuan internasional.
Negara-negara barat, misalnya, tidak memberikan dukungan kepada mereka karena Taiwan telah diserahkan kepada Jepang dalam Perjanjian Shimonoseki, kesepakatan perdamaian antara Cina dan Jepang.
Rusia, Jerman, dan Prancis juga mendukung penyerahan Taiwan sebagai imbalan agar Jepang mengurungkan niatnya untuk menguasai Semenanjung Liaodong, yang dianggap strategis bagi kepentingan mereka.
Tekanan lain datang dari pemerintahan Qing, yang meminta agar Tang Jingsong dan para pejabat lain untuk meninggalkan Taiwan.
Semakin Melemah
Kurangnya dukungan internasional dan tekanan Qing membuat Republik Taiwan semakin goyah. Belum seminggu sejak didirikan, mereka harus menghadapi invasi militer Jepang.
Pada tanggal 4 Juni 1895, atau enam hari setelah mendarat, Jepang berhasil menguasai kota Keelung, yang terletak di pantai utara Taiwan.
Mendengar kejatuhan Keelung, Tang dan Qiu justru melarikan diri ke kota Tamsui, dan langsung bertolak ke Cina Daratan dua hari kemudian.
Kepergian Tang dan Qiu membuat Liu Yongfu harus menghadapi Jepang seorang diri. Bermarkas di kota Tainan, Liu memimpin pasukan untuk melawan invasi Jepang. Pasukan tersebut terdiri atas ribuan pasukan Qing dan milisi Hakka
Kegigihan Liu dan pasukannya membuat Jepang menjadikan Tainan sebagai target operasi utama mereka. Meski terhambat oleh perlawanan para gerilyawan, satu-persatu wilayah di Taiwan jatuh ke tangan Jepang.
Kemenangan Jepang dalam pertempuran Baguashan, yang dikenang sebagai konflik terbesar dan mematikan dalam sejarah Taiwan, membuat posisi pasukan Republik semakin terjepit.
Pada tanggal 21 Oktober 1895, kota Tainan berhasil ditaklukkan oleh Jepang.
Kejatuhan tersebut membuat Republik Taiwan harus runtuh di usia yang masih belia. Taiwan pun menjadi wilayah Jepang selama 50 tahun, sebelum dikembalikan pada tahun 1945 pasca kekalahan di Perang Dunia II
Social Plugin