Liput Demo Myanmar, Wartawan Jepang Dipenjara

 

Wartawan Jepang, Yuki Kitazumi saat dibawa oleh aparat keamanan Myanmar (AP)

Yangon - Pemerintah junta militer menangkap seorang wartawan Jepang yang meliput demonstrasi pro-demokrasi di Myanmar.

Menurut keterangan dari Kedubes Jepang untuk Myanmar, wartawan bernama Yuki Kitazumi tersebut dituduh telah menyebarkan 'berita bohong', sebagaimana dilansir BBC.

Penangkapan tersebut membuat Kitazumi menjadi orang asing pertama yang ditahan sejak junta militer merebut kekuasaan pada Februari lalu.

Pria berusia 45 tahun itu telah ditahan sejak 18 April, ketika polisi menggerebek rumahnya di Yangon, kota terbesar di Myanmar.

Pihak kedubes Jepang mengabarkan bahwa kondisi kesehatan Kitazumi baik-baik saja selama ditahan.

Saat ini, mereka tengah berupaya menuntut pemerintah Myanmar untuk membebaskan Kitazumi, yang terancam hukuman 3 tahun penjara.

Kitazumi merupakan seorang wartawan independen yang kerap mengirimkan informasi seputar demonstrasi Myanmar kepada media Jepang. Ia juga rutin memposting situasi terkini negara tersebut dan dampaknya terhadap kehidupan sosial.

Penangkapan Kitazumi telah menuai reaksi keras dari masyarakat Jepang.

Sekelompok jurnalis berkumpul di Tokyo untuk menyuarakan kritik terhadap perlakuan Myanmar kepada wartawan.

"Kami ingin agar junta menghentikan penindasan terhadap masyarakat, dan membebaskan wartawan yang ditahan, termasuk Kitazumi, yang melaporkan kebenaran," kata Isoko Mochizuki, seorang jurnalis dan teman lama Kitazumi, dalam konferensi pers.

Melalui petisi online yang mereka galang, para jurnalis ini juga menuntut agar pemerintah Jepang lebih keras menekan Myanmar demi keselamatan warganya.

Hingga saat ini, petisi tersebut telah ditandatangani lebih dari 2.000 orang.

Wartawan Jepang, Yuki Kitazumi mengacungkan salam tiga jari dalam demonstrasi Myanmar (JapanTimes)

Dibungkam

Sejak kudeta militer pada Februari lalu, aksi protes besar-besaran telah mengguncang Myanmar selama tiga bulan terakhir.

Masyarakat turun ke jalan menuntut kembalinya pemerintahan demokratis yang sah.

Untuk menghalau massa, aparat keamanan kerap menggunakan cara-cara kekerasan, seperti menembaki demonstran dan membungkam pers.

Sebanyak 80 wartawan lokal dan beberapa jurnalis asing dikabarkan telah ditahan atas pemberitaan mereka.

Pihak militer berdalih penangkapan tersebut bertujuan untuk memberantas 'berita bohong' seputar demonstrasi. 

Tindakan militer Myanmar terhadap warga sipil telah memicu kemarahan dunia internasional.

Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris telah menjatuhkan sanksi serta pembekuan rekening para pejabat yang diduga terlibat dalam aksi kudeta dan pelanggaran HAM.