|
Foto resmi Kaisar Meiji ketika berusia 15 tahun, tak lama setelah naik takhta | margaretmehl |
Tahun 1860-an, situasi dalam negeri Jepang sedang bergejolak. Pertarungan antara Aliansi Satsuma-Choshu, yang menghendaki modernisasi, dan pemerintahan Keshogunan Tokugawa semakin dahsyat.
Perseteruan ini berawal dari ketidakpuasan masyarakat atas Perjanjian Kanagawa. Dalam perjanjian tersebut, Jepang dipaksa oleh negara-negara barat untuk membuka pelabuhan mereka, serta tunduk pada kemauan mereka.
Sebelumnya, pemerintahan Tokugawa juga tidak berdaya ketika kapal perang Amerika Serikat (AS), yang dipimpin Komodor Matthew Perry, menembaki pelabuhan Edo (sekarang Tokyo). Serangan tersebut bertujuan untuk menekan Jepang agar mengizinkan orang asing masuk ke wilayah mereka.
Bagi masyarakat Jepang, yang menjunjung tinggi budaya malu, dua insiden tersebut telah merendahkan harga diri mereka. Pemerintahan Tokugawa pun dianggap bertanggung jawab karena membiarkan negara mereka dipermalukan
Tuntutan akan perubahan mulai bergema dimana-mana.
Situasi ini segera dimanfaatkan oleh klan Satsuma dan Choshu, yang sejak lama tidak suka dengan keshogunan. Mereka menginginkan agar kekuasaan negara dikembalikan kepada kaisar.
Karena kesamaan visi dan misi, kedua klan sepakat untuk membentuk aliansi demi menggulingkan keshogunan.
|
Para anggota klan Satsuma sedang mengatur strategi untuk menghadapi Tokugawa | Felice Beato |
Di tengah meningkatnya konflik, musibah justru menimpa Jepang. Pada tahun 1867,
Kaisar Komei, yang baru berusia 36 tahun, wafat setelah tiba-tiba jatuh sakit.
Wafatnya Kaisar Komei menimbulkan kebingungan masyarakat. Pasalnya, sang putra mahkota, Pangeran Mutsuhito baru berusia 15 tahun. Usia yang masih sangat belia untuk memegang jabatan kaisar.
Namun, hal ini tidak menghalanginya untuk naik takhta. Pada 3 Februari 1867, Mutsuhito resmi dinobatkan sebagai kaisar yang baru.
Berdasarkan tradisi Jepang, setiap masa pemerintahan kaisar memiliki namanya masing-masing. Ketika berkuasa, era pemerintahan Mutsuhito disebut sebagai zaman Meiji.
Kelak di masa depan, Mutsuhito akan lebih dikenal sebagai Kaisar Meiji.
Menghancurkan Feodalisme
Baru saja menjabat, Kaisar Meiji harus menghadapi perseteruan antara kubu Satsuma-Choshu (Satcho) dan keshogunan, yang membuat negara tersebut semakin terbelah.
Pada awal 1868, konflik tersebut berubah menjadi perang saudara. Dengan mengatasnamakan Kaisar Meiji, para pasukan Satcho memutuskan untuk mengobarkan perlawanan bersenjata untuk menggulingkan Keshogunan Tokugawa.
Pertempuran yang dikenal sebagai Perang Boshin itu berlangsung selama 1,5 tahun. Aliansi Satcho, yang dikenal mendukung modernisasi, berhasil mengalahkan keshogunan dengan bermodalkan persenjataan modern. Seperti meriam Armstrong, senapan Minié, hingga senapan Gatling.
Selain menyuplai senjata, negara-negara barat juga mengirimkan ahli militer mereka untuk melatih kemampuan pasukan Satcho.
Kemenangan Satcho menandai berakhirnya kekuasaan Keshogunan Tokugawa, yang telah berlangsung selama 265 tahun.
Ketika mendapatkan kekuasaan penuh, Kaisar Meiji segera mengambil beberapa langkah untuk mereformasi Jepang. Program ini dikenal sebagai Restorasi Meiji.
Pertama, menghapuskan segala bentuk feodalisme, seperti sistem kasta, dan mengubah daerah kekuasaan tuan tanah feodal atau daimyō menjadi prefektur (setingkat dengan provinsi di Indonesia). Meski demikian, para daimyō tetap mendapatkan kompensasi yang layak.
Kedua, membangun sistem pemerintahan modern yang demokratis. Para anggota klan Satsuma dan Choshu segera membentuk Dewan Negara, yang memiliki fungsi sebagai parlemen sementara. Dewan ini dipimpin oleh tiga orang menteri, yang bertugas menjalankan pemerintahan.
Sistem ini berlangsung hingga tahun 1889, ketika Ito Hirobumi terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) Jepang pertama dan membentuk kabinet.
|
Pembukaan sidang parlemen pertama di Jepang tahun 1890 | PSO |
Ketiga, mereformasi militer. Dalam Piagam Sumpah yang ia bacakan tahun 1868, Kaisar Meiji menyatakan bahwa "pengetahuan harus dicari ke seluruh dunia, dengan demikian pondasi pemerintahan kekaisaran akan diperkuat".
Menurutnya, kesejahteraan negara juga harus didukung oleh militer yang kuat. Demi terwujudnya cita-cita tersebut, pemerintah Jepang mulai membangun pasukan militer modern, lengkap dengan persenjataan canggih. Selain itu, mereka mulai menerapkan standar perekrutan demi mendapatkan pasukan yang berkualitas.
Keempat, modernisasi pendidikan. Berkaca dari keberhasilan negara-negara barat, pemerintahan Meiji menyimpulkan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan faktor terpenting dari kemajuan suatu negara. Maka dari itu, sistem edukasi yang baik pun diperlukan.
Sepanjang tahun 1870-an hingga dekade berikutnya, Kementerian Pendidikan Jepang telah mendatangkan banyak guru hingga ilmuwan asing untuk membangun sistem edukasi modern. Sekolah-sekolah mulai dibuka, dan akses masyarakat terhadap pendidikan semakin mudah.
Industri Berkembang Pesat
Program reformasi yang diluncurkan pemerintahan Meiji rupanya berdampak positif bagi perkembangan ekonomi dan industri di Jepang.
Pada tahun 1871, pemerintah Jepang mengirimkan utusan diplomatik yang ditugaskan untuk mempelajari modernisasi barat, termasuk teknologi dan industri. Utusan yang dipimpin oleh Iwakura Tomomi tersebut berkunjung ke sejumlah negara, seperti AS, Inggris, Prancis, Jerman, dan Italia.
Pengetahuan yang dibawa oleh Iwakura segera diterapkan oleh para pengusaha. Perusahaan-perusahaan besar mulai bermunculan. Seperti Mitsubishi (1873), Mitsui (1876), dan Kawasaki (1896).
Dukungan pemerintah Jepang terhadap kewirausahaan kelak akan melahirkan sejumlah konglomerat, yang dikenal dengan nama Zaibatsu. Dalam perkembangannya, Zaibatsu menjadi penopang bagi perkembangan ekonomi Jepang.
Memasuki tahun 1890-an hingga abad ke-20, Jepang telah bertransformasi menjadi salah satu negara industri terbesar di dunia. Keberhasilan itu tidak hanya mendatangkan kemajuan ekonomi, namun juga peningkatan taraf hidup masyarakat.
|
Sebuah lukisan tradisional yang menggambarkan aktivitas pekerja pabrik pada era Meiji | crowdwisdom.live |
Pencapaian Jepang yang cepat dalam bidang industri tidak hanya menuai apresiasi dari dunia barat, namun juga menginspirasi bangsa-bangsa Asia lain, yang saat itu hidup dibawah penjajahan kolonial Eropa.
Sejumlah pergerakan nasionalis bermunculan di berbagai wilayah Asia, seperti Filipina, Hindia-Belanda (Indonesia), dan lain-lain.
Kaisar yang tak pernah tua
|
Potret Kaisar Meiji yang diambil pada 1888, 20 tahun setelah berkuasa | Wikimedia |
Naik takhta pada usia belia, rupanya Kaisar Meiji harus pergi di usia yang cukup muda.
Pada awal abad ke-20, ia mulai terserang berbagai penyakit yang cukup serius. Seperti diabetes, gastroenteritis, dan nefritis. Hal ini membuat tubuhnya semakin melemah, meski tidak menghalanginya untuk menjalankan tugas negara.
Tanggal 29 Juli 1912, Kaisar Meiji wafat pada usia 59 tahun setelah berjuang melawan penyakitnya.
Meski meninggal di usia yang tidak terlalu tua, Kaisar Meiji telah berkuasa selama 45 tahun, salah satu yang terlama dalam sejarah Kekaisaran Jepang.
Ketika wafat, Kaisar Meiji meninggalkan Jepang yang tumbuh menjadi salah satu kekuatan dunia. Sebelumnya pada tahun 1904, Jepang berhasil mengejutkan dunia setelah mengalahkan Rusia dalam perang Rusia-Jepang.
Peristiwa ini pun mematahkan mitos bahwa bangsa Eropa tidak akan bisa dikalahkan oleh bangsa Asia dan kulit berwarna.
Kebijakan Kaisar Meiji juga menciptakan Jepang sebagai negara yang tangguh dalam segala musibah dan malapetaka. Pasca berakhirnya Perang Dunia II, Jepang yang kalah dalam peperangan berhasil bangkit dalam waktu kurang dari 20 tahun.
Padahal, sebagian besar infrastruktur dan sumber daya negara tersebut hancur lebur.
Kini, warisan Meiji telah dinikmati oleh bangsa Jepang, yang menjadi kekuatan ekonomi terbesar kedua di dunia selama setengah abad, sebelum digeser Cina pada tahun 2010.
Social Plugin