Mengaku Sebagai Wakil Tuhan, Seorang Remaja Tembaki Sekolah

 

Sejumlah petugas mengamankan sebuah sekolah yang menjadi lokasi penembakan di Kazan, Rusia

Kazan - Sebanyak delapan anak-anak dan dua orang dewasa tewas setelah seorang pria tak dikenal melepaskan tembakan membabi buta di sebuah sekolah, Selasa (11/5/2021)

Penembakan tersebut juga menimbulkan 20 korban luka, yang sebagian besar adalah anak-anak.

Dilansir dari BBC, insiden terjadi di kota Kazan, yang merupakan ibu kota wilayah Tatarstan, Rusia.

Seorang petugas layanan darurat mengatakan, penyerangan dimulai pada pukul 09:20 pagi waktu setempat. Ketika itu, mereka menerima sinyal pertolongan dari Sekolah No.175, tempat penembakan terjadi.

"Semua orang mulai panik dan berteriak 'kunci pintunya!', kata seorang siswa, yang menyaksikan insiden tersebut.

"Kami berhasil keluar sekitar 15 menit kemudian, namun tidak melalui jendela. Saya sempat berpikir untuk melarikan diri lewat jendela, akan tetapi tidak diizinkan oleh guru"

Televisi Rusia melaporkan sebanyak dua siswa tewas setelah melompat dari jendela untuk menyelamatkan diri.

Pihak kepolisian dikabarkan telah menangkap tersangka, yang diidentifikasi sebagai Ilnaz Galyaviev. 

Pemuda berusia 19 tahun tersebut merupakan alumni dari sekolah yang ia serang.

Ia disebut berkuliah di Universitas Manajemen TISBI, yang terletak tidak jauh dari lokasi. 

Dalam keterangan resmi, pihak kampus menyebut Galyaviev telah dikeluarkan karena prestasinya yang buruk.

Ilnaz Galyaviev, pelaku penembakan sekolah di Kazan (technotrenz)

Menurut seorang sumber, Galyaviev dikenal sebagai sosok yang "tenang dan ramah" selama berkuliah. Ia juga dikenal menghormati dosen dan sesama mahasiswa.

Namun, ia telah berhenti kuliah pada Januari lalu, dan tidak berkomunikasi lagi dengan pengajar sejak saat itu.

Pekan lalu, Galyaviev memposting sebuah pesan di channel Telegram miliknya, yang ia sebut "berasal dari Tuhan".

Dalam pesan tersebut, ia mengklaim seluruh populasi dunia adalah "budaknya", dan harus saling membunuh satu sama lain sebelum akhirnya bunuh diri.

Menurut Galyaviev, dunia seharusnya tidak berisi makhluk hidup, karena kehidupan merupakan "kesalahan alam semesta".

Merespon insiden ini, Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengucapkan rasa belasungkawa dan kesedihan mendalam kepada keluarga korban.

Ia juga menggambarkan penembakan sekolah sebagai "tragedi besar".

Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan pihaknya akan meninjau kembali undang-undang kepemilikan senjata api untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.

Jarang Terjadi

Dibandingkan dengan Amerika Serikat, kasus penembakan di sekolah merupakan hal yang jarang terjadi di Rusia.

Pada Februari 2013, remaja berusia 15 tahun menembak mati seorang guru dan petugas polisi, serta melakukan penyanderaan di sekolah. Menurut keterangan penyidik, tersangka mengalami "gangguan emosional".

Seorang pemuda berusia 18 tahun menembak mati 20 orang dan melukai puluhan lainnya, sebelum bunuh diri di sebuah sekolah di Kerch, wilayah Krimea pada tahun 2018.

Setahun kemudian, seorang siswa berusia 19 tahun membunuh teman sekelasnya dengan senjata api dan melukai tiga orang lainnya. Pelaku juga bunuh diri setelah melakukan aksinya.

Sejak penembakan tahun 2018, Presiden Putin telah memerintahkan pembahasan ulang tentang undang-undang kepemilikan senjata api.

Meski demikian, undang-undang tersebut tidak mengalami banyak perubahan.

Hingga saat ini, senapan serbu masih mudah dijumpai di berbagai toko, dan dijual dengan harga yang relatif murah.




 









Banner iklan disini