|
Sebuah banner raksasa yang menampilkan mantan pemimpin Cina, Deng Xiaoping | Wikimedia |
Pada tahun 1960-an, ketidaksukaan Pemimpin Cina Mao Zedong terhadap rekan seperjuangannya, Deng Xiaoping semakin besar. Menurut Mao, pemikiran Deng yang 'liberal' dan kedekatannya dengan para pejabat berhaluan reformis merupakan sebuah pengkhianatan terhadap cita-cita komunisme yang dibangun selama ini
Untuk menghentikannya, Mao langsung bergerak untuk merebut kembali dominasi atas Partai Komunis Cina, yang dianggap telah dikuasai kaum 'liberal'.
Tidak hanya itu, Mao juga meluncurkan program Revolusi Kebudayaan, yang bertujuan untuk mengubah kultur masyarakat Cina agar sesuai dengan nilai-nilai Komunisme.
Akibat dari manuver Mao, Deng pun dicopot dari jabatannya, serta dikirim ke pedesaan untuk menjalani re-edukasi.
Namun, penderitaan tidak berhenti sampai disana. Gelombang Revolusi Kebudayaan yang dahsyat membuat ia harus dipersekusi dan mengalami intimidasi dari aktivis komunis garis keras.
Bahkan, putranya bernama Deng Pufang mengalami kelumpuhan total setelah dilempar keluar dari lantai tiga gedung Universitas Peking tahun 1968.
Banyak orang menduga peristiwa-peristiwa tersebut akan menjadi awal kehancuran Deng dalam perpolitikan Cina. Apalagi, politisi kawakan tersebut sudah memasuki usia senja.
Tak disangka, anggapan itu berhasil ia patahkan. Pasca kematian Mao Zedong tahun 1976, Deng yang berusia 74 tahun berhasil merebut kekuasaan tertinggi Cina, setelah mengalahkan rivalnya dari kalangan komunis garis keras.
Sejak saat itu, angin perubahan mulai berhembus di Negeri Tirai Bambu.
Anak Tuan Tanah
Deng Xiaoping lahir di Sichuan, Cina pada tanggal 22 Agustus 1904. Ia merupakan putra dari Deng Wenming, seorang tuan tanah yang disegani di daerah itu.
Lahir di keluarga berpendidikan tinggi dan berkecukupan turut mempengaruhi pemikiran Deng yang pragmatis. Pada tahun 1919, Deng mendapatkan kesempatan untuk mengikuti program belajar ke Prancis.
Ayahnya sangat mendukung hal ini. Sebelum berangkat, sang ayah bertanya kepada Deng, apa yang ingin ia dapatkan ketika menimba ilmu di Prancis. Ia pun menjawab ingin mendapatkan ilmu pengetahuan barat demi menyelamatkan Cina.
Saat itu, kondisi Cina cukup memprihatinkan akibat kejatuhan Dinasti Qing, hingga serangan Jepang dan imperialis barat. Tak heran, banyak pemuda Cina saat itu bertekad untuk menempuh studi di luar negeri.
Saat di luar negeri itulah, Deng berkenalan dengan komunisme. Ia pun berteman dengan sejumlah tokoh komunis muda seperti Zhou Enlai (kelak akan jadi Perdana Menteri Republik Rakyat Cina), Chen Yi, Nie Rongzhen, dan sebagainya.
Bahkan, ia juga akrab dengan Chiang Ching-kuo, putra pemimpin Cina saat itu, Chiang Kai-shek. Di masa depan, Ching-kuo akan menjadi Presiden Taiwan yang membuka keran demokrasi di negaranya.
|
Deng Xiaoping (kanan) berfoto bersama Chiang Ching-kuo ketika belajar di luar negeri | Twitter |
Beberapa tahun kemudian, Deng beserta pemuda komunis lainnya kembali ke Cina. Mereka pun langsung bergerak untuk mengobarkan revolusi komunis di Cina. Upaya mereka berhasil, dan pada tahun 1949, Republik Rakyat Cina resmi didirikan.
Pada mulanya, Deng sangat disukai oleh Pemimpin Cina Mao Zedong. Namun, kekaguman tersebut berubah setelah Deng diketahui memiliki pemikiran liberal, dan dekat dengan tokoh-tokoh pragmatis di Partai Komunis Cina.
Mao pun berusaha menyingkirkan Deng dengan Revolusi Kebudayaan-nya. Namun, Deng berhasil selamat, dan mampu merebut kekuasaan pada tahun 1978, dua tahun setelah kematian Mao.
Membuka Pintu Cina
Sesaat setelah meraih kekuasaan, Deng langsung meluncurkan sejumlah agenda reformasi untuk menyelamatkan Cina, yang sangat terpuruk selama pemerintahan Mao. Salah satunya adalah Kebijakan Pintu Terbuka
Kebijakan Pintu Terbuka merupakan langkah pemerintah Cina untuk membuka diri terhadap investasi asing. Pertama kalinya setelah era Kuomintang, investor asing bisa menanamkan modal mereka di Cina.
Untuk mendukung kebijakan tersebut, Deng menetapkan kota Shenzhen sebagai "Zona Ekonomi Khusus". Dengan penetapan tersebut, pemerintah Cina memberi keringanan pajak dan kemudahan birokrasi bagi perusahaan yang berdiri disana.
Pada tahun 1979, pemerintahan Deng mengeluarkan program "Empat Modernisasi", yaitu target yang harus dicapai untuk memajukan Cina. Empat target tersebut adalah modernisasi pertanian, industri, pertahanan, dan iptek.
Sebenarnya, kebijakan ini telah ada pada zaman Mao. Namun, Revolusi Kebudayaan serta kepemimpinan komunis garis keras telah membuat kebijakan ini gagal total.
Selain itu, ia juga memperkenalkan Xiaokang, yakni sebuah konsep kemakmuran yang terinspirasi dari ajaran Konfusianisme. Tujuannya adalah untuk memberantas kemiskinan dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
Di tahun yang sama, Deng mengadakan lawatan resmi ke Amerika Serikat (AS) untuk mempelajari modernisasi. Kunjungan tersebut menjadikannya pemimpin Cina pertama yang datang ke AS setelah Chiang Kai-shek tahun 1943.
|
Didampingi Presiden AS Jimmy Carter (belakang), Deng Xiaoping berpidato saat berkunjung ke Gedung Putih, AS tahun 1979 | Minews.id |
Setelah beberapa tahun berjalan, kebijakan reformasi Deng mulai membuahkan hasil. Pada tahun 1981-1983, ekonomi Cina tumbuh sebanyak 9,6 persen per tahun. Bahkan di Shenzhen, pertumbuhan ekonomi melesat menjadi 75 persen per tahun.
Keberadaan Shenzhen juga mendatangkan kemakmuran bagi warga desa sekitar, yang berbondong-bondong menjadi pekerja di kota tersebut. Ada yang jadi buruh, teknisi, manajer, hingga pemilik perusahaan.
Reformasi agraria telah berhasil menghentikan wabah kelaparan yang melanda Cina selama pemerintahan Mao. Bahan pangan pun lebih mudah didapat dibandingkan sebelumnya.
Bahkan, harga sejumlah komoditas yang dulu dianggap mewah, seperti daging babi dan angsa, menjadi murah meriah.
Perkembangan industri yang pesat selama pemerintahan Deng juga menjadikan Cina sebagai bangsa yang sangat produktif. Saat ini, produk-produk Cina telah berhasil menggeser AS dan Eropa, serta mendominasi pasar dunia.
Sosialisme Ala Cina
Meski dikenal pro-pasar dan investasi asing, Deng menegaskan dirinya tidak mengkhianati ideologi komunisme. Ia menyebut kebijakannya berlandaskan 'sosialisme dengan karakteristik Cina', yakni perpaduan antara sosialisme dengan kebijakan ekonomi pasar.
Menurutnya, sosialisme diperlukan untuk mengontrol aktivitas ekonomi serta mengurangi kesenjangan sosial, yang kerap ditimbulkan oleh sistem ekonomi pasar.
Selain itu, sosialisme berperan penting untuk menyalurkan pendapatan dari ekonomi pasar ke dalam jaminan sosial, infrastruktur publik, hingga program pemerintah.
Akan tetapi, reformasi yang dilakukan Deng tidak mencakup ranah politik. Ia tetap menindak keras oposisi dan segala bentuk demonstrasi.
Salah satu yang paling terkenal adalah Tragedi Tiananmen, dimana Deng diduga memerintahkan militer untuk membubarkan demonstran pro demokrasi dengan kekuatan bersenjata. Namun, hal ini masih diperdebatkan mengingat kurangnya bukti.
Terlepas dari segala kekurangan, Deng tetap menjadi salah satu figur paling dihormati dalam sejarah Cina modern.
Ketika ia wafat pada 19 Februari 1997, ratusan juta warga Cina menangisi kepergiannya, dan berbondong-bondong memberikan penghormatan terakhir.
Saat ini pemikiran Deng telah menjadi salah satu ideologi resmi Partai Komunis Cina. Dalam setiap kongres partai, nama Deng selalu dikenang beserta 'teori ekonominya yang gemilang'.
Social Plugin