20 Tahun Bom Bali I: Apa yang Terjadi Sejak Saat Itu?

 

Bom Bali I adalah salah satu serangan terorisme paling biadab dalam sejarah | Detik.com, Okezone, Satujam.com

12 Oktober 2002, Bali diguncang oleh serangan terorisme yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Seorang pria melakukan aksi bom bunuh diri di Paddy's Pub, salah satu tempat hiburan malam (THM) di Legian, Kuta. Tak lama berselang, bom juga meledak dari mobil Mitsubishi L300 di dekat Sari Club, THM lain yang terletak hanya 150 meter dari Paddy's Pub.

Insiden tersebut terjadi di Sabtu malam, waktu yang tepat untuk bersantai dan bersenang-senang bersama keluarga juga teman-teman. Sebagai salah satu destinasi wisata populer di dunia, Legian dipadati oleh ribuan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kebanyakan dari mereka berpesta di klub-klub tepi pantai.

Tak heran, ketika bom meledak, korban yang berjatuhan sangat banyak. Jenazah yang sudah terbakar bergelimpangan di jalanan, sementara korban luka berteriak histeris di tengah reruntuhan bangunan. Rumah, gedung, kendaraan, dan fasilitas umum di sekitarnya hangus dilahap api. 

Masyarakat Bali, yang dikenal ramah dan cinta damai, berusaha memadamkan api dan menyelamatkan para korban. Namun, situasi begitu parah, kehancuran dimana-mana. Banyak yang merasa tidak kuat,  menangis, hingga pingsan. Orang Bali tidak terima tanah leluhur mereka diperlakukan sekeji ini.

Menurut data resmi, sebanyak 202 orang tewas dan 209 lainnya luka-luka. Bila dijumlahkan, ada 411 korban dalam Bom Bali I. Perlu diingat, korban yang selamat tidak sepenuhnya beruntung. Banyak yang mengalami cacat permanen, seperti kehilangan kaki dan anggota tubuh lainnya.

Dengan jumlah korban yang begitu besar, Bom Bali I menjadi aksi terorisme terparah dalam sejarah Indonesia. Tragedi ini juga mengundang perhatian internasional, karena mayoritas korban adalah turis asing, dan posisi Bali sebagai destinasi wisata unggulan dunia.

Kepolisian Bali langsung bergerak cepat untuk menyelidiki siapa dalang dan pelaku pengeboman. Presiden Megawati Soekarnoputri memberi tenggat waktu kepada polisi agar menuntaskan kasus pada November 2002.

Akhir Oktober 2002, penyelidikan mulai menemui titik terang. Sketsa tersangka pengeboman mulai dipublikasikan kepada publik. Tak lama kemudian, satu-persatu pelaku mulai diciduk polisi.

Amrozi bin Nurhasyim ditangkap di rumahnya di Desa Tenggulan, Lamongan, Jawa Timur pada 5 November 2002. Imam Samudera dibekuk di Pelabuhan Merak, Banten saat berusaha kabur ke Sumatra. Ali Gufron (kakak Amrozi) dan Ali Imron (adik Amrozi) ditangkap di Klaten pada 3 dan 4 Desember 2002.

Tiga pelaku Bom Bali I: Amrozi (kiri), Imam Samudera, dan Ali Ghufron | CNN Indonesia

Melalui persidangan yang digelar pada tahun 2003, motif para pelaku pun terungkap. Amrozi cs memiliki afiliasi dengan Jemaah Islamiyah, sebuah kelompok militan yang bercita-cita mendirikan "negara Islam raksasa" di Indonesia, Malaysia, Brunei, Singapura, Thailand, dan Filipina.

Kelompok ini menganut ajaran Islam garis keras, dan sangat membenci Barat. Khususnya setelah Amerika Serikat (AS) beserta sekutunya melancarkan perang ke Afghanistan dan Timur Tengah. Selain itu, ada unsur dendam dari peristiwa Ambon dan Poso, yang banyak menewaskan umat muslim.

Melalui serangan ini, mereka ingin memberikan rasa takut dan penderitaan kepada Barat, termasuk Australia dan Inggris selaku sekutu AS. Bali dipilih sebagai lokasi pengeboman karena merupakan destinasi wisata favorit dunia. Sehingga mata internasional akan tertuju kesana.

Dari semua pelaku yang ditangkap, tiga orang diantaranya dijatuhi vonis hukuman mati. Yaitu Amrozi, Imam Samudera, dan Ali Ghufron. Ketiganya dieksekusi oleh regu tembak di Bukit Nirbaya, Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah pada 9 November 2008.

Kini, 20 tahun berlalu sejak malam kelabu itu. Apa saja yang telah terjadi di Indonesia, khususnya mengenai terorisme dan radikalisme?

Diguncang Teror Lain

Ledakan bom di JW Marriott Hotel di Jakarta pada tahun 2003 | Pikiran Rakyat

Sejak tragedi Bom Bali I tahun 2002, Indonesia terus diguncang beberapa serangan teror bom. 

Pada 5 Agustus 2003, aksi pemboman terjadi di JW Marriot Hotel, sebuah penginapan papan atas yang terletak di pusat kota Jakarta. Ledakan berasal dari mobil Toyota Kijang dengan nomor polisi B 7426 ZN, yang dikendarai oleh Asmar Latin Sani. 

Mobil tersebut diduga mengangkut enam jerigen berisi bahan kimia berbahaya, seperti trinitrotoluaen (TNT), Research and Development Explosive (HMX), Teril, campuran minyak tanah dan bensin.

Jumlah korban tewas akibat bom di JW Marriott mencapai 12 orang, termasuk Asmar yang kepalanya ditemukan di lantai lima hotel. 

Ironisnya, bukan satu kali JW Marriott diguncang teror. Pada 17 Juli 2009, hotel ini kembali jadi sasaran bom bunuh diri. Namun kali ini, Hotel Ritz-Carlton yang terletak di seberang JW Marriott ikut diserang. Jumlah korban tewas mencapai 9 orang, termasuk dua orang pelaku. Yakni Dani Dwi Permana (19) dan Nana Ikhwan Maulana (28).

Bali juga kembali diserang teroris pada tahun 2005. Tragedi yang dikenal sebagai Bom Bali II ini terjadi pada 1 Oktober 2005, di tiga restoran tepi pantai Jimbaran dan Kuta. Sebanyak 26 orang tewas, yang terdiri atas wisatawan asing dan tiga pelaku bom.

Bom Gereja Surabaya 2018 dan keluarga Dita Oepriarto | Kumparan, Detik.com

Pada tahun 2018, serangan teror menghebohkan warga Surabaya. Tiga gereja, Gereja Santa Maria Tak Bercela, GKI Diponegoro, dan GPPS Arjuna, diguncang bom bunuh diri. Tragisnya, ketiga serangan tersebut dilakukan oleh satu keluarga; ayah, ibu, dan keempat anaknya.

Sang ayah, Dita Oepriarto (46) meledakkan diri dari mobil Toyota Avanza yang dikendarainya di GPPS Arjuna. Sementara ibu, Puji Kuswati (43) bersama dua anaknya, Famela Rizqita (9) dan Fadhila Sari (12), meledakkan diri di GKI Diponegoro. 

Anak sulung dan kedua, Yusuf Fadhil (18) dan Firman Halim (16), membawa bom dengan berboncengan di sepeda motor. Setelah memasuki area Gereja Santa Maria Tak Bercela, bom pun meledak.

Dalam tragedi ini, korban tewas di tiga gereja mencapai 28 orang, termasuk enam orang pelaku. Pengeboman Surabaya menjadi teror paling memilukan karena pelakunya satu keluarga. Dita diduga mempengaruhi istri dan anak-anaknya untuk lakukan bom bunuh diri karena terdoktrin ideologi garis keras. 

Meningkatnya Radikalisme

Perkembangan radikalisme di Indonesia semakin mengkhawatirkan | Geotimes.id

Pada Juli 2022, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) merilis data tentang radikalisme di Indonesia. Data tersebut dipaparkan dalam diskusi publik di Kedutaan Besar Prancis, Jakarta. Hasilnya, sebanyak 33 juta penduduk Indonesia telah terpapar radikalisme. Angka yang sangat besar.

Belakangan ini, radikalisme terus meningkat seiring dengan masyarakat yang semakin konservatif, terutama soal agama. Aksi-aksi yang memaksakan ideologi agama yang kaku telah merambah hingga akar rumput.

Pada Januari 2021, seorang siswi non-muslim di SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, mengaku telah dipaksa oleh pihak sekolah untuk mengenakan hijab. Kalau tidak, ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh siswi tersebut. Kasus serupa juga terjadi di Yogyakarta, dimana seorang siswi dipaksa oleh pihak SMA Negeri di Bantul untuk memakai hijab.

Sialnya, hal ini didukung oleh segelintir elit yang menggunakan politik identitas untuk mendulang suara. Kebijakan wajib berhijab bagi siswi di Padang sendiri dikeluarkan oleh Fauzi Bahar, Wali Kota Padang periode 2004-2014. Peraturan intoleran dikeluarkan oleh kepala daerah, yang harusnya mengayomi seluruh warga apapun agamanya.

Isu agama juga dipakai dalam pemilihan umum. Dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, kelompok fundamentalis agama berusaha menjatuhkan Basuki Tjahaja Purnama, salah satu pasangan calon yang seorang Tionghoa-Kristen. 

Sementara di Pemilihan Presiden Indonesia 2014 dan 2019, Joko Widodo diisukan bukan beragama Islam oleh lawan politiknya, sehingga tidak pantas jadi pilihan rakyat Indonesia yang mayoritas muslim.

Radikalisme tentu berpengaruh kepada terorisme. Hingga tahun 2022, BNPT mencatat ada sekitar 2.157 WNI yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), organisasi militan Islam yang berusaha membangun kekhalifahan besar di seluruh negara Islam, sama seperti Jamaah Islamiyah

Disana, mereka dilatih untuk bertempur melawan pemerintahan Suriah. Mulai dari baku tembak hingga serangan bom bunuh diri. Setelah beberapa tahun, ISIS akan mengirim mereka kembali ke Indonesia. Tujuannya tentu saja untuk menciptakan teror disini.

Hal ini sangat berbahaya. Mau berapa banyak nyawa lagi harus hilang karena aksi bodoh seperti ini? Pemerintah harus tegas untuk mencegah, kalau perlu mengusir mereka dari tanah air. Bom Bali I harus menjadi pecutan bagi pemerintah Indonesia untuk menghancurkan terorisme sampai ke akarnya.





























Banner iklan disini