![]() |
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan | AFP |
Setelah murka dan mengeluarkan ancaman, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membatalkan niatnya mengusir duta besar (dubes) asing.
Hal ini ia sampaikan dalam pernyataan resminya setelah rapat kabinet, yang disiarkan langsung oleh melalui televisi.
"Kami percaya bahwa para duta besar ini akan lebih berhati-hati dengan pernyataan mereka," kata Erdogan.
"Keinginan kami tidak untuk menimbulkan krisis, melainkan demi melindungi hak-hak, hukum, kehormatan, kepentingan dan kedaulatan negara kami"
Sebelumnya, para dubes dari sepuluh negara yang bertugas di Ankara meminta pemerintah Turki membebaskan Osman Kavala, seorang pengusaha dan aktivis yang kerap mengkritik pemerintahan Erdogan.
Ia ditahan karena dituduh mendalangi aksi protes pada 2013 dan percobaan kudeta pada 2016. Saat ini, Kavala terancam hukuman seumur hidup bila pengadilan menjatuhkan vonis.
Kesepuluh negara tersebut diantaranya Jerman, Perancis, Finlandia, Denmark, Belanda, Norwegia, Swedia, Kanada, Selandia Baru, dan Amerika Serikat (AS).
Menurut New York Times, sikap para dubes tersebut dibekingi oleh pemerintahan Presiden AS Joe Biden, yang menyebut tindakan Turki sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)
Hal ini membuat murka Erdogan. Ia menuduh negara-negara tersebut telah mencampuri urusan dalam negeri Turki.
Dalam pidato di hadapan pendukungnya, Erdogan mengatakan ia telah memberitahu Menteri Luar Negeri agar menetapkan sepuluh dubes tersebut sebagai persona non grata, atau "orang-orang yang tidak diinginkan"
Secara tidak langsung, Erdogan mengirim sinyal bahwa mereka harus angkat kaki dari Turki.
Langsung Krisis
![]() |
Warga Turki membawa poster berdesain boarding pass dalam aksi protes terhadap 10 duta besar di Ankara, Turki | AP |
Keputusan Erdogan langsung menimbulkan ketegangan baru dengan negara-negara barat.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price mengatakan pihaknya akan terus mendukung penegakan HAM di dunia.
"Kami akan terus mempromosikan supremasi hukum dan HAM di seluruh dunia," terang Price.
Meski demikian, ia memberi isyarat bahwa AS akan berupaya untuk menjaga hubungan baik dengan Turki.
"Pemerintahan Biden tetap bekerja sama dengan Turki dalam prioritas bersama, dan sebagai sekutu NATO, kami akan terus berdialog untuk mengatasi perbedaan"
Ketegangan ini juga berdampak pada sektor ekonomi. Mata uang Lira Turki langsung anjlok ke tingkat terendah pada hari Senin, beberapa hari setelah pernyataan Erdogan.
Hal ini memicu kekhawatiran baru di masyarakat. Sebagai catatan, Turki baru saja terbebas dari krisis ekonomi, yang disebabkan oleh nilai Lira yang turun drastis, serta tingginya angka inflasi.
Krisis ini berlangsung dari tahun 2018, dan baru mereda pada awal 2021.
Selama kurun waktu tersebut, Turki menghadapi kenaikan harga besar-besaran, tingginya angka pengangguran, serta segudang masalah sosial.
Pemimpin oposisi Turki, Kemal Kilicdaroglu menuduh Erdogan bertindak bukan untuk kepentingan nasional, melainkan "membuat pembenaran palsu" terhadap kesalahan yang ia lakukan.
Rekan senior di Washington Institute, Soner Cagaptay menyebut keputusan Erdogan "sangat gila"
"Saya pikir dia (Erdogan) paham bahwa ekonomi Turki telah memburuk tanpa bisa diperbaiki lagi," terang Cagaptay.
"Alih-alih membuat situasi lebih baik, ia justru mencoba menyalahkan barat"
Social Plugin