Gelombang Ketiga Covid-19, Lonjakan Pasien Hanya Terjadi di RS Swasta?

 

Per 1 Februari 2022, kasus Covid-19 di Indonesia tembus 16 ribu per hari | Tribunnews

Sempat menurun selama beberapa bulan, angka kasus positif Covid-19 di Indonesia melonjak tajam dalam waktu kurang dari sebulan
 
Terhitung sejak 1 Januari 2022, jumlah pasien yang terpapar Covid-19 meningkat dari 274 orang hingga 16 ribu orang pada 1 Februari 2022.

Lonjakan kali ini disebabkan oleh penyebaran Omicron, salah satu varian Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan pada November 2021.

Dengan tingginya jumlah kasus, Indonesia secara resmi memasuki gelombang ketiga pandemi. Hal ini dibenarkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes Siti Nadia Tarmizi.

"Iya, sudah mulai masuk gelombang tiga, karena kasus kan mulai naik," terang Nadia

Nadia menjelaskan, peningkatan angka positif Covid-19 dalam sepekan terjadi karena pemerintah memperbanyak kuota testing dan tracing di daerah.

Hingga 30 Januari, jumlah yang dites mencapai 5,75 per 1000 penduduk per pekan. Jauh diatas angka anjuran Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebesar 1 per 1000 penduduk per pekan.

"Peningkatan kuota testing dan tracing ini merupakan bentuk dari upaya deteksi dini dalam mencegah perluasan penularan, serta mencegah munculnya klaster sebaran yang baru"

"Ini juga merupakan usaha untuk mendeteksi lebih awal gejala Covid-19 yang diderita oleh tiap-tiap individu," tambahnya

Kantor Staf Presiden (KSP) mencatat hampir separuh rumah sakit di DKI Jakarta diisi oleh pasien Covid-19 tanpa gejala atau gejala ringan.

"Per 30 Januari 2022, data dari 89 rumah sakit di Jakarta menunjukkan 44 persen pasien yang dirawat di rumah sakit masih yang tanpa gejala atau bergejala ringan," kata Tenaga Ahli KSP Abraham Wirotomo.

Menurutnya, tidak semua pasien Covid-19 harus dirawat di rumah sakit, karena varian Omicron tidak separah varian Delta.

Pasien tanpa gejala atau bergejala ringan bisa melakukan isolasi mandiri di rumah, atau dirawat di tempat isolasi terpusat yang disediakan pemerintah.

Hal ini mesti dilakukan agar tingkat keterisian tempat tidur (BOR) rumah sakit bisa ditekan

"Kalau mau melewati pandemi ini dengan baik, prioritaskan rumah sakit untuk mereka yang benar-benar membutuhkan. Jangan terlalu panik, gejala sedikit langsung ke rumah sakit," ujar Abraham.

Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menghimbau agar masyarakat tidak panik. Meski demikian, jangan pula meremehkan.

"Saya kira yang utama tentu pemerintah sudah betul bahwa kita tidak perlu panik, kita tidak boleh ketakutan terhadap gelombang ketiga ini. Namun demikian, jangan menganggap hal ini sepele, jangan menganggap hal ini biasa saja," kata Rahmad.

Ia pun mengingatkan semua pihak untuk tetap menjaga protokol kesehatan, yang dianggap sudah mulai ditinggalkan masyarakat.

"Nah, momentum inilah kita gunakan protokol kesehatan. Dengan cara itu, saya kira bisa antisipasi," tambahnya.

Hanya di RS Swasta?


Pasien di RSUD Tangerang harus menggunakan tabung oksigen karena mengalami gejala berat | Tribunnews

Sementara itu, keterisian rumah sakit Covid-19 di Jakarta yang sudah mencapai 60 persen membuat sejumlah pakar bertanya-tanya.

Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono curiga peningkatan pasien di rumah sakit (RS) disebabkan pemahaman yang rendah tentang varian Omicron.

Mereka khawatir situasi akan berubah seperti ketika gelombang varian Delta melanda pada Juli 2021.

"Nah, sekarang banyak orang masuk rumah sakit karena bukan harus masuk rumah sakit, tapi karena takut," ucap Pandu.

Ia melihat banyak pasien bergejala ringan yang memilih dirawat di RS swasta dengan biaya sendiri.

Padahal, seharusnya yang dirawat di RS hanya mereka dengan gejala sedang dan berat, sementara yang ringan cukup isolasi mandiri (isoman) selama lima hari.

Tak heran, banyak RS terutama di Jakarta yang semakin penuh hingga puluhan persen.
 
"Seakan-akan ada peningkatan perawatan di rumah sakit. Sebenarnya, perawatan di rumah sakit hanya untuk bergejala sedang dan berat"

"Kalau yang ringan kayak flu biasa, cuma sakit tenggorokan atau batuk, karena dia screening telah melakukan perjalanan. Kalau punya duit minta (dirawat) di rumah sakit karena trauma gelombang delta dulu," ungkapnya.

Epidemiolog UI Pandu Riono | Rakyat Merdeka

Pandu juga menyebut mayoritas kasus di Jakarta dirawat di rumah sakit swasta, bukan RSUD atau fasilitas kesehatan pemerintah.

"Minggu lalu kan terjadi peningkatan orang masuk rumah sakit, tapi bukan rumah sakit pemerintah melainkan swasta. Coba wawancarai RS Mitra Keluarga, Omni, Siloam," tegas Pandu.

Fenomena ini disinyalir bisa berakibat negatif. Masyarakat akan dilanda kecemasan dan ketakutan yang berlebihan

"Ya jelek lah, maksudnya jadi membuat orang panik, ya ngapain membuat orang panik, yang menguntungkan rumah sakit swasta, dokternya senang-senang saja," tambahnya.

Maka dari itu, Pandu meminta agar vaksinasi terus digalakkan, agar jumlah orang sakit semakin berkurang.














Banner iklan disini