Gempa Cianjur: Cuma 5.6 SR, Mengapa Begitu Mematikan?

 

Kerusakan akibat gempa di Cianjur, Jawa Barat pada 21 November 2022 | Viva.co.id

Gempa bumi yang melanda wilayah Cianjur, Jawa Barat pada Senin (21/11/2022) menjadi salah satu bencana alam terparah di Indonesia

Hingga Selasa (22/11/2022), jumlah korban terus bertambah. Menurut data yang dirilis oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) pukul 09.55 WIB, sebanyak 103 orang tewas, 377 luka-luka, dan 31 lainnya hilang.

Gempa ini tidak hanya dirasakan oleh warga Cianjur, namun juga penduduk di Bogor, Jakarta, Depok, dan Bekasi. Misalnya ribuan pekerja di kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta Pusat, yang langsung berhamburan keluar ketika gempa terjadi.

Sidang kasus pembunuhan Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan juga sempat dihentikan setelah guncangan terasa di ruang persidangan. Hadirin yang ada disana langsung panik untuk menyelamatkan diri. Sidang pun diskors hingga pukul 15.00 WIB.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan, gempa Cianjur memiliki magnitudo 5,6 skala richter (SR), terjadi di kedalaman 10 km, dan berpusat di Sukalarang, kecamatan di Sukabumi yang berbatasan langsung dengan Cianjur.

Jika dilihat dari kekuatannya, gempa Cianjur sebenarnya tidak terlalu besar. Lalu, mengapa kerusakan yang ditimbulkan bisa sangat besar?

Jenis Gempa

Warga menunjukkan bangunan yang hancur akibat gempa di Cianjur | Antara

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono menjelaskan, gempa di Cianjur menimbulkan kerusakan signifikan karena berjenis shallow crustal earthquake atau tektonik kerak dangkal.

Artinya, letak pusat gempa tidak terlalu jauh di dalam tanah. Sehingga, guncangan menjadi begitu keras hingga ke permukaan.

"Karakteristik shallow crustal earthquake sangat dangkal. Jadi memang energinya itu dari pusat yang dipancarkan, yang diradiasikan ke permukaan tanah itu masih kuat," kata Daryono, dalam wawancara bersama Kompas TV.

Selain itu, salah satu ciri shallow crustal earthquake adalah terjadinya gempa susulan yang cukup banyak.

"Masih ada potensi gempa susulan. Apakah itu lebih besar? Itu masih unexpectable. Yang pasti, karakteristik gempa kerak dangkal akan diikuti aktivitas gempa susulan yang cukup banyak," tuturnya.

Lokasi yang Rawan

Gempa Cianjur menimbulkan tanah longsor dimana-mana | AFP

Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang terletak di wilayah dataran tinggi. Disana banyak sekali pegunungan curam, bukit, dan jurang. Dengan kata lain, Cianjur memiliki bentang alam yang cukup ekstrem.

Kondisi tersebut disebabkan oleh letaknya secara geografis. Cianjur, bersama dengan Sukabumi, Lembang Purwakarta, dan Bandung, merupakan daerah seismik aktif. Kelima daerah itu dilalui oleh sesar (patahan) Cimandiri, Padalarang, Lembang, Cirata, dan sesar lain yang lebih kecil

Ketika bertabrakan satu sama lain, sesar-sesar ini akan mendorong permukaan tanah ke atas, dan menyebabkan terbentuknya pegunungan (biasanya merupakan gunung berapi)

Letak geografis seperti itu bagaikan pisau bermata dua. 

Daerah yang dilalui patahan biasanya subur, terutama jika memiliki gunung berapi. Namun, daerah ini juga rawan sekali terhadap gempa. Sekali terjadi gempa, potensi jatuhnya banyak korban sangat tinggi.

Karena itu, Cianjur pun menjadi kawasan gempa secara permanen.

Bangunan Tidak Tahan Gempa

Rumah yang rusak parah akibat gempa Cianjur | AP Photo

Menurut Daryono, pihaknya menemukan bahwa struktur bangunan di wilayah terdampak gempa Cianjur tidak memenuhi standar tahan gempa

Berdasarkan definisi dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU), bangunan tahan gempa adalah konstruksi bangunan yang bisa merespon gempa, dengan sikap bertahan dari keruntuhan dan bersifat fleksibel untuk meredam getaran gempat.

Bangunan tahan gempa merupakan bangunan yang dirancang dan diperhitungkan secara analisis, baik kombinasi beban, penggunaan material, dan penempatan massa strukturnya.

Sementara di Cianjur, kriteria tersebut tidak terpenuhi, sebab banyak rumah yang dibangun tanpa mengindahkan struktur aman gempa karena menggunakan besi tulangan atau semen standar.

Selain itu, pemukiman penduduk yang rusak parah juga dibangun di lokasi yang tidak tepat, yaitu di atas tanah lunak. Sehingga menimbulkan resonansi gelombang gempa, yang akhirnya mengamplifikasi atau memperbesar dampak getaran gempa.

"Gempa itu sebenarnya tidak membunuh dan melukai, tapi bangunan yang tidak standar aman gempa yang kemudian roboh yang menimpa penghuninya itu menjadi penyebab jatuhnya korban jiwa dan luka," ujar Daryono.








Banner iklan disini