Pengakuan Merkel: Perjanjian Minsk Cuma Tipu-Tipu?

 

Angela Merkel dan Perjanjian Minsk | TOI, Der Spiegel

Tepat bulan Desember 2022 ini, Perang Rusia-Ukraina telah berlangsung selama 10 bulan.

Pihak-pihak yang berperang terus berjuang tanpa henti untuk mencapai tujuan mereka. Ukraina terus memberikan perlawanan dengan menyerang wilayah yang diduduki Rusia. Sebaliknya, Rusia berusaha menggempur Kyiv, ibukota Ukraina, dengan bantuan drone.

Di tengan pertempuran sengit, kehebohan justru datang dari Angela Merkel. Dalam wawancara dengan majalah Zeit, mantan kanselir Jerman (2005-2021) itu membeberkan hal-hal seputar konflik Rusia-Ukraina, yang sudah memanas sejak tahun 2014.

Salah satunya adalah Minsk Agreement, atau Perjanjian Minsk. Ditandatangani oleh Rusia, Ukraina, Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama Eropa (OSCE), pemberontak pro Rusia di Donetsk dan Luhansk, serta sejumlah negara Barat, Perjanjian Minsk merupakan serangkaian kesepakatan untuk menyelesaikan pertikaian Kyiv dan Moskwa.

Perjanjian Minsk telah dilakukan sebanyak dua kali. Perjanjian Minsk I memberikan kewenangan pada OSCE untuk mengawasi gencatan bersenjata hingga pembentukan "zona keamanan" di sepanjang perbatasan. Sementara Perjanjian Minsk II menghasilkan de-eskalasi militer dan pemilihan lokal di Donetsk dan Luhansk.

Perjanjian itu dianggap gagal setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022. Namun, wawancara Merkel baru-baru ini mengungkap fakta mengapa Minsk Agreement tidak mampu ciptakan perdamaian.

Tipuan untuk Perkuat Ukraina

Angela Merkel dan kepala negara lain saat teken Perjanjian Minsk | Financial Times

Menurut Merkel, Perjanjian Minsk yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis merupakan sebuah "tipuan".  Kesepakatan ini disusun sebagai skenario untuk mengulur waktu, agar Ukraina punya banyak kesempatan untuk memperkuat diri.

Dalam kurun tersebut, Ukraina mendapatkan banyak bantuan dari Barat. Mulai dari persenjataan canggih, hingga ilmu militer. Hasilnya, Ukraina jauh lebih tangguh saat menghadapi Rusia. Mereka mampu bertahan, bahkan melawan balik setelah 10 bulan diserang Rusia. 

Padahal, sebelumnya mereka dikenal lemah.

"(Ukraina) menggunakan waktu ini untuk menjadi kuat, seperti yang anda lihat hari ini," terang Merkel.

"Ukraina tahun 2014-2015 bukanlah Ukraina hari ini. Seperti yang anda lihat di Pertempuran Debaltsevo pada awal 2015, Putin dapat dengan mudah mengalahkan mereka pada saat itu.

"Dan saya sangat meragukan bahwa negara-negara NATO dapat melakukan sebanyak yang mereka lakukan sekarang untuk membantu Ukraina"

Merkel juga menyebut taktik tersebut sangat penting mengingat Rusia adalah "negara yang tidak pernah damai"

"Perang Dingin tidak pernah benar-benar berakhir karena Rusia pada dasarnya tidak damai," jelas Merkel.

"NATO seharusnya bereaksi lebih cepat terhadap agresivitas Rusia sejak tahun 2014 lalu"

Sebelumnya, Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko juga pernah mengutarakan hal yang sama pada Juni 2022 lalu.

"Kami telah mencapai apapun yang kami inginkan," tegas Poroshenko.

"Tujuan kami adalah, pertama, hentikan ancaman, atau setidaknya menunda perang demi mengamankan pemulihan ekonomi dan menciptakan angkatan bersenjata yang kuat selama delapan tahun"

Reaksi Rusia

Maria Zakharova, Juru Bicara Kemenlu Rusia | Mvlehti.net

Wawancara Merkel yang viral sampai juga ke telinga Rusia. Berdasarkan keterangan resmi dari Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Rusia, pengakuan Merkel dapat menjadi bukti provokasi politisi Barat terhadap konflik Rusia-Ukraina, dan bisa digunakan di pengadilan internasional.

“Mereka berbicara banyak tentang penilaian hukum tentang apa yang terjadi di sekitar Ukraina, pengadilan tertentu dan sebagainya dalam berbagai cara," kata Maria Zakharova, Juru Bicara Kemenlu Rusia, dalam konferensi pers.

"Tapi, ini adalah dasar kuat untuk dibawa ke pengadilan"

Menurut Zakharova, pengakuan Merkel adalah kesaksian bahwa segala sesuatu yang dilakukan antara tahun 2014 dan 2015 dimaksudkan untuk memperbesar api konflik, alih-alih membawa perdamaian.

"Mengalihkan perhatian komunitas internasional dari masalah nyata, mengulur waktu, memompa rezim Kyiv dengan senjata, dan meningkatkan masalah ini menjadi konflik berskala besar," tandas Zakharova.

"Mereka tidak merasa kasihan pada siapapun; wanita, anak-anak, penduduk sipil Donbass, atau seluruh Ukraina. Mereka membutuhkan konflik, dan mereka siap untuk itu, pada tahun 2015"

Vladimir Putin (kanan) dan Merkel pada 27 Oktober 2018 | AFP Photo

Sementara itu, Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan kekecewaannya terhadap Merkel, dan juga Jerman. Padahal, ia mengaku selalu "percaya dengan kejujuran dan ketulusan" kepemimpinan Jerman.

"Bagi saya, ini adalah sesuatu yang tidak terduga. Ini benar-benar mengecewakan. Saya tidak berharap akan mendengarnya dari mantan kanselir Jerman. Saya selalu berharap kepemimpinan Jerman benar-benar tulus," kata Putin.

"Ya, mereka memang memihak Ukraina, dan memberikan dukungan. Meski demikian, saya sangat berharap kepemimpinan Jerman menginginkan penyelesaian berdasarkan prinsip-prinsip yang dicapai, antara lain, selama negosiasi Minsk"





Banner iklan disini