Dubes Ukraina untuk PBB Sergiy Kyslytsya (kiri) melakukan fist bump dengan Dubes AS Linda Thomas-Greenfield setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB | AP |
Selama beberapa minggu terakhir, situasi konflik di Ukraina yang semakin memanas telah menarik perhatian dunia internasional.
Rusia, yang membekingi kelompok milisi pemberontak di Ukraina Timur, terlihat melakukan mobilisasi militer di sepanjang perbatasan mereka dengan Ukraina.
Citra satelit menunjukkan sebanyak 35.000 pasukan Rusia ditempatkan di wilayah Klimovo, yang berjarak 13 kilometer dari pos perbatasan kedua negara.
Sebagian kendaraan militer bahkan datang langsung dari Rusia Timur, setelah menempuh perjalanan sekitar 6.437 kilometer.
Dengan mobilisasi militer dari seluruh penjuru negeri, Rusia dinilai merencanakan invasi besar-besaran ke tetangga mereka.
Hal ini memancing kemarahan Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat, yang selama ini mendukung pemerintah Ukraina.
Maka dari itu, AS membawa isu Ukraina pada sidang Dewan Keamanan PBB (DK PBB), yang digelar Senin (31/1/2022).
Debat Sengit
Dubes Rusia untuk PBB Vasily Nebenyza berbicara di sidang DK PBB, sebelum voting berlangsung | AP |
Namun, isu tersebut membuat persidangan berlangsung panas. Perwakilan Rusia dan AS terlibat dalam perdebatan sengit, bahkan saling mengejek.
Duta Besar (Dubes) AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield menyebut mobilisasi militer yang dilakukan Rusia merupakan yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir di Eropa.
Menurutnya, jumlah pasukan Rusia yang ditempatkan di perbatasan telah mencapai 100 ribu orang.
"Bayangkan betapa tidak nyaman melihat ada 100 ribu pasukan di perbatasan anda," sindir Greenfield
Selain itu, tambah Greenfield, Rusia juga mencoba melakukan serangan siber dan disinformasi untuk memuluskan rencana mereka.
"Mereka (Rusia) berupaya menggambarkan negara-negara Barat dan Ukraina layaknya penjajah, sebagai dalih untuk melakukan penyerangan," terangnya.
Sementara Dubes Rusia untuk PBB Vasily Nebenyza menuduh AS telah ikut campur dalam urusan internal negaranya.
Ia juga menuduh pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah "mengobarkan dan memprovokasi ketegangan"
"Anda menginginkan ini terjadi. Anda telah menunggu hal ini terjadi, seolah-olah ingin membuat kata-kata Anda menjadi kenyataan," tegas Nebenyza sembari menatap Greenfield.
AS, kata Nebenyza, bertanggung jawab atas jatuhnya pemerintahan Ukraina yang pro-Rusia pada tahun 2014.
Langkah ini membawa politisi "nasionalis, radikal, anti-Rusia, dan simpatisan Nazi" ke tampuk kekuasaan, sehingga menciptakan permusuhan kedua negara sampai sekarang.
Sebelumnya, AS pernah mendukung demonstrasi yang menjatuhkan Presiden Ukraina Viktor Yanukovich pada tahun Februari 2014.
Yanukovich sangat tidak disukai oleh negara-negara barat karena condong ke Rusia, dan berusaha menghalangi langkah Ukraina untuk bergabung ke Uni Eropa.
Peristiwa ini membuat Moskwa merebut paksa Semenanjung Krimea, provinsi Ukraina yang mayoritas penduduknya beretnis Rusia beberapa bulan kemudian.
Selang beberapa waktu, Dubes Ukraina Sergiy Kyslytsya mendapat kesempatan untuk berbicara. Tanpa basa-basi, ia langsung mengkritik aksi Rusia
"Berapa lama Rusia akan menekan, dan berupaya membuat Ukraina dan sekutunya jatuh ke dalam jebakan mereka?" tanya Kyslytsya.
Pertanyaan tersebut membuat delegasi Rusia tidak terima. Dubes Nebenyza langsung meninggalkan ruang sidang ketika Kyslytsya masih bicara.
Sidang kemudian berlanjut dengan sesi voting, dimana mayoritas negara yang hadir meminta pertemuan lebih lanjut untuk membahas isu ini.
Social Plugin